Bahaya Pencemaran Pestisida Pada Ekosistem Laut
PENCEMARAN
LAUT
Dibuat
Oleh : Meisya Zuhraiga Saragih
Mahasiswa Ilmu Kelautan, Universitas Bengkulu
BAHAYA PENCEMARAN PESTISIDA PADA EKOSISTEM LAUT
PENDAHULUAN
Limbah
yang masuk ke lingkungan perairan, termasuk limbah pertanian yaitu pestisida.
Berbagai pestisida digunakan dalam pengendalian hama untuk meningkatkan
produksi pertanian. Pestisida invasif dalam jumlah banyak dapat menjadi racun
bagi kehidupan air, termasuk ikan. Pestisida sering digunakan sebagai pilihan
pertama untuk membasmi organisme pengganggu tanaman karena daya bunuhnya yang
tinggi, kemudahan penggunaan dan hasil yang cepat. Namun, jika aplikasinya
tidak cukup cerdas, itu dapat memengaruhi pengguna, hama non-target, dan
lingkungan yang sangat berbahaya.
Penggunaan
pestisida mendukung upaya peningkatan produksi pertanian, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Meskipun konsep "pengendalian hama"
atau "pengelolaan hama terpadu" telah diperkenalkan, yaitu. H.
Pestisida harus digunakan sesedikit mungkin dan hanya bila diperlukan, tindakan
perlindungan tanaman biasanya hanya mempertimbangkan fakta bahwa hama dan
penyakit tanaman mudah dikendalikan dan cepat diberantas. , meskipun keadaan
ini hanya dicapai sementara. Oleh karena itu, pemberantasan hama dan penyakit
tanaman hampir selalu diartikan sebagai penggunaan pestisida, dalam hal ini
sering digunakan pestisida yang berbeda, yang dampak negatifnya juga berbeda
(Mulyani, 1973).
Pestisida
adalah semua bahan kimia dan bahan lain, serta mikroorganisme dan virus, yang
digunakan untuk (a) membasmi atau mencegah hama dan penyakit yang merusak
tanaman atau hasil pertanian; (b) pengendalian gulma; c) membuang daun mati dan
mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan; d) mengatur atau merangsang
pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali pupuk. Selain tanaman, ada
juga pestisida yang digunakan untuk mengendalikan dan mencegah a) hama di rumah
tangga dan hewan peliharaan; b) hewan dan mikroorganisme di rumah, gedung dan
kendaraan; (c) Hewan yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia atau hewan
yang harus dilindungi (Suryono et al., 2019).
Menurut
Riyanti et al., (2022) Tidak setiap penggunaan pestisida berdampak
langsung pada objek yang digunakan dalam pertanian. Sebagian besar jatuh ke
tanah kemudian terbawa air hujan dan dibuang ke perairan sungai. Penggunaan
pestisida yang berlebihan pada akhirnya menghasilkan limbah yang mencemari
lingkungan dan organisme hidup di lingkungan tersebut. Beberapa pestisida yang
persisten (sulit diurai) dapat bertahan di lingkungan selama bertahun-tahun.
Salah satu dampak lingkungan dari penggunaan pestisida adalah bioakumulasi.
Bioakumulasi adalah proses akumulasi konsentrasi pestisida dalam organisme yang
dapat menyebabkan toksisitas (Arkianti et al., 2019). Sifat pestisida
yang tidak selektif dan persisten memungkinkan terjadinya bioakumulasi, yang
terakumulasi dalam rantai makanan dan mempengaruhi kehidupan organisme
akuatik.
Suryono
et al., (2021) menjelaskan bahwa pestisida yang banyak digunakan
cenderung merupakan bahan kimia beracun yang unik karena digunakan untuk secara
sengaja memasukkan pestisida ke lingkungan dengan tujuan membunuh berbagai
bentuk kehidupan organisme. Idealnya, pestisida hanya mempengaruhi organisme
target yang diinginkan dan tidak memiliki efek mematikan pada organisme non
target lainnya. Faktanya, sebagian besar bahan kimia yang digunakan sebagai pestisida
pada umumnya adalah bahan kimia beracun yang tidak diinginkan pada organisme
apa pun. Namun, itu dapat mempengaruhi banyak organisme, termasuk manusia dan
organisme lain yang dibutuhkan oleh lingkungan.
ISI
Bahaya
Pestisida Pada Perairan
Penggunaan
pestisida di badan air dapat menyebabkan kematian ikan dan biota air lainnya.
Keracunan ikan dan biota air lainnya tidak selalu mengakibatkan pertumbuhan
terhambat sehingga terjadi perubahan perilaku dan bentuk yang pada gilirannya
dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan populasi (Fikri, 2021). Pestisida yang
mencemari air dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Menurut Nasihah et al.,
(2021) Organisme yang sensitif terhadap pestisida dapat mengalami penurunan
populasi atau bahkan kepunahan, sedangkan organisme yang resisten atau kebal
terhadap pestisida dapat berkembang biak secara berlebihan dan mengganggu
keseimbangan ekosistem. Hal ini dapat menyebabkan perubahan ekosistem yang
tidak diinginkan, seperti penurunan kualitas air, pengurangan keanekaragaman
hayati dan gangguan siklus nutrisi dan energi di badan air.
Dampak
Pestisida Pada Perairan
Prabowo
dan Subantoro (2012) berpendapat bahwa dampak pestisida pada perairan dapat
berlangsung dalam jangka panjang. Pestisida yang terakumulasi dalam perairan
dan organisme air dapat mempengaruhi populasi dan ekosistem selama
bertahun-tahun, bahkan setelah penggunaan pestisida dihentikan. Dalam beberapa
kasus, efek jangka panjang ini mungkin tidak terlihat secara langsung, tetapi
dapat menyebabkan perubahan yang merugikan dalam jangka waktu yang lebih lama. Permasalahan
tersebut berkaitan erat dengan sifat pestisida yang beracun dan dapat
mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk biota bukan sasaran
(non target) (Putra dan Sholahuddin, 2019).
Proses
Terjadinya Pencemaran Pestisida Pada Perairan
Kadim
et al., (2013) menjelaskan bahwa penggunaan pestisida yang berlebihan
dapat menyebabkan pencemaran pestisida. Pestisida sering digunakan dalam bentuk
cair atau semprot pada lahan pertanian atau perkotaan. Ketika pestisida
disemprotkan langsung ke tanaman atau ke permukaan tanah, beberapa pestisida
dapat terbawa langsung dengan limpasan permukaan dari air hujan ke saluran
drainase atau sungai terdekat. Setelah aplikasi pestisida, limpasan permukaan
dapat terjadi dari hujan atau irigasi, membawa pestisida dari lahan pertanian
ke sungai, danau, atau laut terdekat. Limpasan permukaan ini memungkinkan
pestisida dengan cepat menemukan jalan mereka ke dalam air dan dapat mencemari
seluruh sistem air. Begitu berada di dalam air, pestisida dapat tetap berada di
dalam air dalam beberapa bentuk. Beberapa pestisida dapat tetap larut dalam
air, sementara yang lain dapat menempel pada sedimen atau mengendap di dasar
air. Pestisida terlarut atau endapan dapat tetap berada di dalam air untuk
jangka waktu yang berbeda tergantung pada sifat kimiawinya. Pestisida membunuh
organisme kecil di dalam tanah, seperti bakteri, jamur, protozoa, cacing dan
serangga. Sebagai bioindikator, benthos bereaksi terhadap perubahan lingkungan.
Organisme ini merupakan penghuni utama dasar sungai dan duduk sedemikian rupa
sehingga menumpuk zat berbahaya di dalam tubuhnya. Pencemaran air yang
disebabkan oleh pestisida terjadi pada aliran air dari area aktivitas manusia
dimana pestisida digunakan untuk meningkatkan produksi pertanian dan
peternakan. Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air dapat membunuh
organisme air. Bahkan konsentrasi pestisida yang rendah dalam air dapat
meracuni organisme kecil. Di alam, penggunaan pestisida dengan ikatan molekul
yang kuat berlanjut selama beberapa tahun setelah dimulainya penggunaannya.
Akumulasi pestisida dalam jaringan tubuh bersifat racun dan dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat.
KESIMPULAN
Bahaya
pencemaran pestisida pada ekosistem laut tidak hanya bersifat sementara, tetapi
juga dapat memiliki efek jangka panjang. Pestisida yang masuk dalam jumlah yang
besar dapat bersifat racun bagi biota-biota yang hidup di perairan, antara lain
adalah ikan-ikan. Penggunaan pestisida untuk membasmi hama baik secara langsung
ataupun tidak langsung akan mengganggu kualitas air, sehingga kelangsungan
hidup dan pertumbuhan ikan juga akan terganggu. Kelangsungan hidup ikan sangat
tergantung dari kondisi perairan tempat hidupnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Arkianti,
N., K.D. Nur, K.T.M Nana. 2019. Kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan di
Sungai Lamat Kabupaten Magelang. Life Science. 8(1): 54-63.
https://doi.org/10.15294/lifesci.v8i1.29998
Fikri,
E. 2021. Pestisida Pertanian (Dampak Lingkungan Dan Kesehatan).
Kadim,
M. K., Sudaryanti, S., dan Yuli, E. H. 2013. Pencemaran residu pestisida di
Sungai Umbulrejo Kecamatan Dampit Kabupaten Malang (Pollution of Pesticide
Residues in The Umbulrejo River District Dampit, Malang). Jurnal
Manusia dan Lingkungan. 20(3) : 262-268.
https://doi.org/10.22146/jml.18493
Mulyani.
1973. Peraturan pestisida. Laporan Direktorat Perlindungan Tanaman, Jakarta. 6
hal.
Nasihah,
M., Arismaya, A. R. P. A., dan Khasanah, N. D. 2021. Dampak Residu Pestisida
Regent terhadap Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus Carpion LINN). Jurnal
EnviScience (Environment Science). 5(1) : 48-54.
Prabowo,
R., dan Subantoro, R. 2012. Kualitas air dan beban pencemaran pestisida di
Sungai Babon Kota Semarang. Mediagro. 8(1).
http://dx.doi.org/10.31942/mediagro.v8i1.1304
Putra,
D. G. P., dan Sholahuddin, A. H. 2019. Potensi pengendalian gulma teki dengan
pestisida hayati untuk mengurangi pencemaran perairan. EDUSAINTEK. 3.
https://prosiding.unimus.ac.id/index.php/edusaintek/article/view/349
Riyanti,
A., Marhadi, M., dan Patri, S. E. 2022. Pengaruh Pestisida dari Aktivitas
Pertanian Terhadap Konsentrasi Merkuri (Hg) pada Sungai Sumur Beremas Kota
Sungai Penuh. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 22(1)
: 292-296.
http://dx.doi.org/10.33087/jiubj.v22i1.2076
Suryono,
C. A., Irwani, I., Rochaddi, B., Setyati, W. A., dan Indardjo, A. 2021.
Kontaminasi Kerang Filter Feeder Perna viridis Linnaeus, 1758 (Bivalvia:
Mytilidae) oleh Pestisida Organofosfat di Perairan Laut Brebes Jawa Tengah
Indonesia. Jurnal Kelautan Tropis. 24(2) : 205-210.
https://doi.org/10.14710/jkt.v24i2.11013
Suryono,
C.A., Sabdono, A dan Subagiyo. 2019. Kontaminasi pestisida organoposfat:
Klorpirifor, Fenitrotion dan Profenofos dalam bivalvia yang ditangkap di
pesisir utara pulau Jawa. Jurnal Kelautan Tropis. 22(2) : 103 – 108.
https://doi.org/10.14710/jkt.v22i2.6274
Komentar
Posting Komentar